Kebudayaan Dan Seni Gagasan Induk Pemajuan Kebudayaan (RIPK) kini sedang diatur sesudah diputuskannya Taktik Kebudayaan Indonesia dalam Konferensi Kebudayaan Indonesia pada Desember 2018 lalu. Diatur oleh Kementerian/Instansi (K/L), dokumen ini berisi keadaan dan persoalan yang ditemui dalam usaha pemajuan kebudayaan dan saran jalan keluarnya.
Selama ini, terdeteksi memerlukan semakin banyak Kementerian/Instansi (K/L) pahami pendekatan ekosistem yang dipakai RIPK, yaitu penglihatan yang memerhatikan jalinan sosial pada suatu produksi dan reproduksi kebudayaan. Pendekatan ini yakini object kebudayaan lahir dari jalinan sosial, bukan kebalikannya.
“Banyak [K/L] punyai hubungan dengan kebudayaan, dan peranan RIPK ialah menjahit semua. Salah satunya rintangan paling besar ialah menyamai pengetahuan berkenaan pendekatan ekosistem itu. Selaku contoh, Tubuh Pengaturan Penanaman Modal bisa saja berasa tidak mempunyai jalinan dengan kebudayaan. Walau sebenarnya supaya kebudayaan bisa berkembang, diperlukan investasi,” tutur Martin Suryajaya, salah satunya anggota team kerja penyusun RIPK dari Direktorat Jenderal Kebudayaan (Ditjenbud) Kementerian Pengajaran dan Kebudayaan.
Martin melemparkannya dalam dialog yang diselenggarakan Konsolidasi Seni Indonesia pada Rabu, 24 April 2019. Bincang-bincang itu mempunyai tujuan pahami perubahan pengaturan RIPK dan cari tahu peranan prospektif warga sipil dalam pengamanan prosesnya. Anggota team kerja yang lain sebagai pembicara adalah Fatwa Yulianto, Kepala Subbagian Hukum Ditjenbud, dan Alberth Reza Breitner Sianturi, Kepala Subbagian Data dan Info Ditjenbud.
Menyikapi Martin, Periset Konsolidasi Seni Hafez Gumay menyarankan supaya Ditjenbud membuat infografis atau dokumen pendek untuk menerangkan rangka UU Pemajuan Kebudayaan dan RIPK. “Ini supaya setiap K/L bisa pahami hubungan mereka dengan kebudayaan,” katanya.